Sejak Reformasi 1998 bergulir historiografi Tionghoa di Indonesia bergeliat Akan tetapi berbagai kisah sejarah masyarakat Tionghoa ini hampir tidak pernah disuarakan dalam pembelajaran sejarah di sekolah Praktik pembelajaran sejarah ditentukan oleh kurikulum buku teks dan politik pendidikan yang tidak serta merta berubah seiring Reformasi 1998 Secercah cahaya barulah muncul dalam buku teks Sejarah Indonesia menurut Kurikulum 2013 yang diterbitkan pemerintah tahun 2017 2018 Salah satunya buku teks ini memuat topik perlawanan Tionghoa terhadap VOC atau Geger Pacinan Episode ini pernah didapati dalam buku teks sejarah pada era Presiden Sukarno hingga kemudian lenyap akibat perlakuan diskriminasi atas nama asimilasi total pada masa Orde Baru Direpresentasikannya kembali Tionghoa dalam buku teks pelajaran sejarah bukan semata mata masalah konten namun terdapat nilai value yang hendak dikonstruksi di dalamnya Untuk itu konstruksi kebinekaan dari narasi narasi tentang Tionghoa dalam buku teks menjadi amat penting Dengan metode Critical Discourse Analysis CDA buku ini membongkar representasi Tionghoa dalam buku teks Sejarah Indonesia menurut Kurikulum 2013 yang diterbitkan oleh negara Pada dimensi teks Tionghoa direpresentasikan sebagai bagian dari Sejarah Nasional Indonesia yang koheren dan utuh global coherence namun masih berpotensi terjebak pada formalitas dan tenggelam pada kedangkalan makna karena terlanjur membekukan ideologi tertentu dalam mempersepsikan Tionghoa Dimensi kognisi sosial diwarnai pergulatan proses mental yang dibentuk oleh memori kolektif Orde Baru dengan kebaruan yang diusung Reformasi dalam produksi teks tentang Tionghoa Dimensi konteks sosial memperlihatkan relasi kuasa Orde Baru dan citra negatif terhadap Tionghoa yang belum sepenuhnya hilang telah memberi kerangka bagi kognisi sosial masyarakat Pada akhirnya buku ini hendak menggerakkan kesadaran perlunya bentuk ideal dalam mengakomodasi kenyataan kebinekaan melalui pendidikan sejarah yang inklusif Upaya ini tidak hanya terkait dengan penulisan buku teks namun membuka rekomendasi bagi guru sejarah bahwa upaya mewujudkan pendidikan sejarah yang inklusif di kelas tidak boleh hanya mengandalkan buku teks belaka Ketersediaan sumber belajar yang sangat berlimpah termasuk kearifan lokal setempat bahkan pengalaman hidup siswa dapat dimanfaatkan sebagai bahan ajar yang memberi ruang pada peran Tionghoa maupun kelompok masyarakat lain dalam mengonstruksi sejarah nasional Buku teks harus ditempatkan sebagai living document yang senantiasa disesuaikan dengan kebutuhan dan konteks siswa sehingga tercipta pembelajaran yang kontekstual dan bermakna Dalam pandangan pedagogi kritis pembelajaran sejarah harus memberdayakan siswa dengan mengeksplorasi beragam sumber belajar untuk mengembangkan daya kritis dan kreatifnya Sejak Reformasi 1998 bergulir historiografi Tionghoa di Indonesia bergeliat Akan tetapi berbagai kisah sejarah masyarakat Tionghoa ini hampir tidak pernah disuarakan dalam pembelajaran sejarah di sekolah Praktik pembelajaran sejarah ditentukan oleh kurikulum buku teks dan politik pendidikan yang tidak serta merta berubah seiring Reformasi 1998 Secercah cahaya barulah muncul dalam buku ...teks Sejarah Indonesia menurut Kurikulum 2013 yang diterbitkan pemerintah tahun 2017 2018 Salah satunya buku teks ini memuat topik perlawanan Tionghoa terhadap VOC atau Geger Pacinan Episode ini pernah didapati dalam buku teks sejarah pada era Presiden Sukarno hingga kemudian lenyap akibat perlakuan diskriminasi atas nama asimilasi total pada masa Orde Baru Direpresentasikannya kembali Tionghoa dalam buku teks pelajaran sejarah bukan semata mata masalah konten namun terdapat nilai value yang hendak dikonstruksi di dalamnya Untuk itu konstruksi kebinekaan dari narasi narasi tentang Tionghoa dalam buku teks menjadi amat penting Dengan metode Critical Discourse Analysis CDA buku ini membongkar representasi Tionghoa dalam buku teks Sejarah Indonesia menurut Kurikulum 2013 yang diterbitkan oleh negara Pada dimensi teks Tionghoa direpresentasikan sebagai bagian dari Sejarah Nasional Indonesia yang koheren dan utuh global coherence namun masih berpotensi terjebak pada formalitas dan tenggelam pada kedangkalan makna karena terlanjur membekukan ideologi tertentu dalam mempersepsikan Tionghoa Dimensi kognisi sosial diwarnai pergulatan proses mental yang dibentuk oleh memori kolektif Orde Baru dengan kebaruan yang diusung Reformasi dalam produksi teks tentang Tionghoa Dimensi konteks sosial memperlihatkan relasi kuasa Orde Baru dan citra negatif terhadap Tionghoa yang belum sepenuhnya hilang telah memberi kerangka bagi kognisi sosial masyarakat Pada akhirnya buku ini hendak menggerakkan kesadaran perlunya bentuk ideal dalam mengakomodasi kenyataan kebinekaan melalui pendidikan sejarah yang inklusif Upaya ini tidak hanya terkait dengan penulisan buku teks namun membuka rekomendasi bagi guru sejarah bahwa upaya mewujudkan pendidikan sejarah yang inklusif di kelas tidak boleh hanya mengandalkan buku teks belaka Ketersediaan sumber belajar yang sangat berlimpah termasuk kearifan lokal setempat bahkan pengalaman hidup siswa dapat dimanfaatkan sebagai bahan ajar yang memberi ruang pada peran Tionghoa maupun kelompok masyarakat lain dalam mengonstruksi sejarah nasional Buku teks harus ditempatkan sebagai living document yang senantiasa disesuaikan dengan kebutuhan dan konteks siswa sehingga tercipta pembelajaran yang kontekstual dan bermakna Dalam pandangan pedagogi kritis pembelajaran sejarah harus memberdayakan siswa dengan mengeksplorasi beragam sumber belajar untuk mengembangkan daya kritis dan kreatifnya