Sinopsis Buku: Buku ini membahas tentang nilai-nilai demokrasi dalam pendidikan pesantren, khususnya di Yogyakarta. Penulis menjelaskan bahwa nilai-nilai demokrasi tidak hanya terbatas pada ruang formal seperti kelas, tetapi juga berkembang melalui berbagai cara, seperti kajian akhlak, hidden curriculum, dan interaksi antara santri dengan lingkungan luar pesantren. Dalam konteks ini, pesantren bukanlah ruang yang kaku dan eksklusif, melainkan tempat yang dinamis dan terbuka terhadap perubahan serta pengaruh global. Penulis juga menjelaskan bahwa pesantren memiliki prinsip-prinsip yang mendukung nilai-nilai demokrasi, seperti prinsip *al muhafadzu ‘ala qadim i al-salih wa al-akhdu bi al-jadid al aslah* dan *ikhtilafu ummah rahmatun*, yang menunjukkan bahwa perbedaan tidak selalu menjadi konflik, melainkan bisa menjadi sarana untuk saling memperkaya pemahaman. Selain itu, pesantren juga terbuka terhadap arus globalisasi melalui media cetak dan elektronik, yang memperkaya wawasan dan pemahaman para santri. Buku ini juga menggambarkan empat pondok pesantren di Yogyakarta sebagai objek penelitian, yang masing-masing menunjukkan intensitas berbeda dalam mewujudkan nilai-nilai demokrasi. Penulis menekankan pentingnya kontekstualisasi pemahaman kitab, pemberdayaan santri melalui pembelajaran aktif, serta keterlibatan civitas pesantren dalam berbagai kegiatan sosial, intelektual, dan dialog antaragama. Selain itu, buku ini juga memberikan jawaban terhadap stigma negatif yang sering muncul terhadap pesantren, seperti kesan eksklusif dan tidak toleran, yang terutama muncul pasca tragedi 11 September, bom Bali, dan kasus-kasus serupa. Penulis menegaskan bahwa pesantren memiliki keragaman corak dan tidak bisa dilihat secara seragam, serta bahwa nilai-nilai demokrasi dalam pendidikan pesantren sangat relevan dan perlu dipertahankan serta dikembangkan.
Sinopsis Buku: Buku ini membahas tentang nilai-nilai demokrasi dalam pendidikan pesantren, khususnya di Yogyakarta. Penulis menjelaskan bahwa nilai-nilai demokrasi tidak hanya terbatas pada ruang formal seperti kelas, tetapi juga berkembang melalui berbagai cara, seperti kajian akhlak, hidden curriculum, dan interaksi antara santri dengan lingkungan luar pesantren. Dalam konteks ini, pesantren bukanlah ruang yang kaku dan eksklusif, melainkan tempat yang dinamis dan terbuka terhadap perubahan serta pengaruh global. Penulis juga menjelaskan bahwa pesantren memiliki prinsip-prinsip yang mendukung nilai-nilai demokrasi, seperti prinsip *al muhafadzu ‘ala qadim i al-salih wa al-akhdu bi al-jadid al aslah* dan *ikhtilafu ummah rahmatun*, yang menunjukkan bahwa perbedaan tidak selalu menjadi konflik, melainkan bisa menjadi sarana untuk saling memperkaya pemahaman. Selain itu, pesantren juga terbuka terhadap arus globalisasi melalui media cetak dan elektronik, yang memperkaya wawasan dan pemahaman para santri. Buku ini juga menggambarkan empat pondok pesantren di Yogyakarta sebagai objek penelitian, yang masing-masing menunjukkan intensitas berbeda dalam mewujudkan nilai-nilai demokrasi. Penulis menekankan pentingnya kontekstualisasi pemahaman kitab, pemberdayaan santri melalui pembelajaran aktif, serta keterlibatan civitas pesantren dalam berbagai kegiatan sosial, intelektual, dan dialog antaragama. Selain itu, buku ini juga memberikan jawaban terhadap stigma negatif yang sering muncul terhadap pesantren, seperti kesan eksklusif dan tidak toleran, yang terutama muncul pasca tragedi 11 September, bom Bali, dan kasus-kasus serupa. Penulis menegaskan bahwa pesantren memiliki keragaman corak dan tidak bisa dilihat secara seragam, serta bahwa nilai-nilai demokrasi dalam pendidikan pesantren sangat relevan dan perlu dipertahankan serta dikembangkan.
Jumlah Halaman | 360 |
---|---|
Kategori | Pendidikan |
Penerbit | UIN Sunan Kalijaga |
Tahun Terbit | 2018 |
ISBN | 978-602-51969-3-5 |
eISBN |