Sinopsis Buku: Buku ini membahas dinamika dan perkembangan lembaga komisi negara (State Auxiliary Agency / SAA) dalam sistem ketatanegaraan Indonesia. Penulis menjelaskan bahwa SAA merupakan fenomena baru dalam struktur lembaga negara yang dibentuk berdasarkan berbagai sumber hukum, seperti UUD, UU, dan Keppres. SAA dibagi menjadi tiga kategori berdasarkan fungsinya: pertama, SAA yang dibentuk untuk mengambil alih fungsi lembaga yang sudah ada, seperti KPK yang bertugas memberantas korupsi; kedua, SAA yang dibentuk untuk memperkuat fungsi lembaga yang sudah ada, seperti KY yang melakukan pengawasan terhadap MA; dan ketiga, SAA yang dibentuk untuk memperkuat aspirasi dan tuntutan masyarakat, seperti Ombudsman yang melindungi hak masyarakat dalam pelayanan publik. Selain itu, buku ini juga mengupas konflik antar-lembaga negara, terutama antara KPK dan lembaga kepolisian, yang dianggap sebagai salah satu bentuk konflik dalam sistem pemerintahan demokratis yang merupakan bagian dari mekanisme *check and balance*. Buku ini juga menyoroti peran SAA dalam pengelolaan pemerintahan, seperti kerja sama KPK dan PPATK dalam pemberantasan korupsi, serta kerja sama KPU, Kepolisian, dan MK dalam pemilu. Selain itu, buku ini juga mengingatkan bahwa meskipun SAA memiliki peran penting, tetap saja ada tantangan dan masalah mendasar yang perlu ditangani. Dengan pendekatan kritis dan analitis, buku ini memberikan pemahaman yang mendalam tentang peran, fungsi, dan dinamika lembaga komisi negara dalam konteks ketatanegaraan Indonesia pasca-amandemen UUD 1945.
Pasca tumbangnya pemerintahan Orde Baru telah terjadi perubahan konstitusi sebanyak 4 kali Perubahan konstitusi tersebut berimplikasi pada lahirnya sejumlah lembaga negara misalnya Mahkamah konstitusi Dewan Perwakilan Daerah Komisi Yudisial Komisi Penyiaran Indonesia Komisi Perlindungan Anak Komisi Penyelenggara Pemilu Komisi Ombudsman Komisi Pemberantasan Korupsi dan masih banyak yang lain Bahkan menurut catatan pemerintah ada sebanyak 87 lembaga sampiran negara atau dalam bahasa buku ini disebut State Auxiliary agency SAA Kehadiran lembaga negara ini bisa dibaca dlam dua tafsir Tafsir Pertama lembaga baru ini muncul sebagai konsekuensi logis dari tuntutan reformasi politik Tafsir kedua bisa dibaca dalam konteks ketidakpercayaan publik terhadap kinerja institusi peninggalan rezim Soeharto Sebagai ilustrasi kehadiran KPK merupakan respon atas keburukan kinerja lembaga kepolisian dan kejaksaan dalam pemberantasan korupsi Kalau demikian penjelasannya maka kehadiran SAA merupakan fenomena menarik dalam struktur lembaga negara Indonesia Apa lagi SAA dalam menjalankan tugas dan fungsinya merepresentasikan lembaga negara dan masyarakat KPK adalah mempresentasikan negara dan memperkuat fungsi keppolisian dan kejaksaan dalam memberantas korupsi Sementara Ombudsman merepresentasikan kepentingan masyarakat Artinya lembaga ombudsman akan selalu membela dan memperjuangkan tuntutan dan kepentingan masyarakat dalam konteks pelayanan publik yang dinilai diskriminasi dan merugikan kepentingan masyarakat Sedangkan Komisi Yudisiaal akan memperkuat lembaga Mahkamah Agung KY akan mengawasi perilaku jaksa dalam menjalankan tupoksinya Kendatipun demikian pada kenyataannya di lapangan menimbulkan gesekan dan ketegangan yang luar biasa Misalnya ketegangan antar KPK versus Polisi melarikan terminologi baru yakni cicak lawan buaya Hal yang sama juga terjadi anatar komisioner KY versus Jaksa Sarpin Ketegangan antara SAA dengan lembaga negara seperti kepolisian dan kejaksaan akan terus berlangsung sebagai dinamika dalam bernegara Namun yang paling mencemaskan dalam konflik dan ketegangan itu bila berujung pada kriminalisasi dan kampanye pembubaran SAA Tak bisa dipungkiri bahwa kampanye pembubaran SAA sedang berhembus kencang pada pemerintahan Jokowi Alasannya sangat bervariasi mulai dari alasan pemborosan uang negara overlapping fungsi hingga alasan rivalitas antar lembaga Kampanye ini tentunya merupakan pukulan sekaligus tantangan bagi SAA agar tetap eksis dalam struktur lembaga formal negara Kesemua narasi ini terungkap secara jelas kritis dan argumentatif dalam karya ini Menariknya lagi adalah buku ini ditelaah dengan menggunakan perspektif politik dan pemerintahan Dengan demikian kehadiran karya ini aka mengisi kelangkaan literatur SAA sekaligus memberikan pengetahuan mendasar pada mahasiswa dosen politisi birokrat dan penggiat LSM mengenai urgensinya memahami memperkuat dan membelah eksistensi SAA dalam struktur pemerintahan modern dan demokratis