Sinopsis Buku: Buku ini merupakan upaya mengkompromikan dua dunia yang seolah berbeda, yaitu dunia jurnalistik dan dunia buku. Jurnalistik sering dikaitkan dengan produk instan, praktis, dan populer, sedangkan dunia buku cenderung lebih teoritis, sarat wacana, dan cenderung serius. Dalam buku ini, penulis mencoba memoderasi anggapan tersebut dengan menghadirkan karya jurnalistik yang masih basah, berbunyi, dan bermakna, dalam bentuk buku yang lebih awet dan mendalam. Sebagai bentuk upaya pengawetan konten jurnalisme yang cenderung cepat basi, buku ini mengambil editorial atau tajuk sebuah harian sebagai konten utamanya. Hal ini sebenarnya kurang lazim, tetapi penulis berpendapat bahwa selama tidak ada kaedah yang mengharamkan, hal ini boleh dilakukan. Dengan demikian, buku ini tidak hanya menjadi kumpulan tulisan jurnalistik, tetapi juga menjadi ruang untuk menggali makna dan perspektif jurnalisme yang lebih luas. Buku ini juga menggambarkan perjalanan panjang sebuah harian, Harian Pelita, yang telah berusia 43 tahun dan menjadi saksi bisu politik kemesraan dan pembredelan di masa lalu. Banyak nama besar yang pernah terlibat dalam pengembangan harian ini, termasuk tokoh-tokoh nasional dan cendekiawan yang berperan dalam membentuk identitas dan keberlanjutan media cetak di Indonesia. Dengan menggabungkan karya jurnalistik yang masih segar dan refleksi historis terhadap dunia pers, buku ini menjadi ikhtiar untuk mengeksplorasi makna jurnalisme dalam konteks yang lebih mendalam dan kritis.
Sinopsis Buku: Buku ini merupakan upaya mengkompromikan dua dunia yang seolah berbeda, yaitu dunia jurnalistik dan dunia buku. Jurnalistik sering dikaitkan dengan produk instan, praktis, dan populer, sedangkan dunia buku cenderung lebih teoritis, sarat wacana, dan cenderung serius. Dalam buku ini, penulis mencoba memoderasi anggapan tersebut dengan menghadirkan karya jurnalistik yang masih basah, berbunyi, dan bermakna, dalam bentuk buku yang lebih awet dan mendalam. Sebagai bentuk upaya pengawetan konten jurnalisme yang cenderung cepat basi, buku ini mengambil editorial atau tajuk sebuah harian sebagai konten utamanya. Hal ini sebenarnya kurang lazim, tetapi penulis berpendapat bahwa selama tidak ada kaedah yang mengharamkan, hal ini boleh dilakukan. Dengan demikian, buku ini tidak hanya menjadi kumpulan tulisan jurnalistik, tetapi juga menjadi ruang untuk menggali makna dan perspektif jurnalisme yang lebih luas. Buku ini juga menggambarkan perjalanan panjang sebuah harian, Harian Pelita, yang telah berusia 43 tahun dan menjadi saksi bisu politik kemesraan dan pembredelan di masa lalu. Banyak nama besar yang pernah terlibat dalam pengembangan harian ini, termasuk tokoh-tokoh nasional dan cendekiawan yang berperan dalam membentuk identitas dan keberlanjutan media cetak di Indonesia. Dengan menggabungkan karya jurnalistik yang masih segar dan refleksi historis terhadap dunia pers, buku ini menjadi ikhtiar untuk mengeksplorasi makna jurnalisme dalam konteks yang lebih mendalam dan kritis.
Jumlah Halaman | 260 |
---|---|
Kategori | Sosial |
Penerbit | Intrans Publishing |
Tahun Terbit | 2017 |
ISBN | 978-602-6293-32-9 |
eISBN |