Sinopsis Buku: Dalam sebuah malam yang sunyi, Orta, seorang pemuda yang penuh kerinduan akan sosok ayahnya yang telah pergi hampir lima tahun lalu, berusaha menemukan keadilan di tengah krisis desanya yang semakin parah akibat aktivitas tambang. Di tengah kegelapan dan keheningan, ia menemui mimpi yang menggambarkan kecemasannya, kekecewaannya, dan kerinduannya akan keadilan yang selalu terabaikan. Mimpi itu membangunkannya dengan paksa, mengingatkan ia bahwa keadilan tidak pernah tiba, dan ia hanya bisa berusaha memperjuangkannya. Dalam perjalanan kehidupannya, Orta terus berdeklarasi di tepi danau, tempat ia bertemu dengan kebenaran dan keadilan yang selalu tertutup oleh kekuasaan dan kepentingan pihak-pihak besar. Ia tidak pernah berhenti mengungkapkan suaranya, meski sering dianggap sebagai “hewan kelaparan” yang hanya meminta makanan, bukan keadilan. Namun, ia tidak menyerah. Ia tetap berjuang, meski di tengah rasa takut, rasa kecewa, dan kebingungan akan masa depan desanya. Di tengah perjalanan itu, ia bertemu dengan Banbang, seorang teman yang memahami kepedulian Orta terhadap desa dan keadilan. Banbang memberi nasihat, mengingatkan bahwa berbicara bukan selalu jalan terbaik, namun ia juga mengetahui bahwa Orta tidak akan mudah menyerah. Dalam kesunyian dan kegelapan, Orta terus berjuang, karena ia percaya bahwa keadilan akan terwujud jika ia tidak berhenti berbicara dan berjuang. Buku ini adalah kisah tentang perjuangan, kerinduan, dan keberanian seorang pemuda dalam menghadapi ketidakadilan, dengan latar belakang kehidupan desa yang terancam oleh kekuasaan dan kepentingan pihak-pihak besar. Dalam setiap langkahnya, Orta menunjukkan bahwa suara kecil tetap bisa mendengar, meski terkadang terabaikan.
Manusia senja akan selalu menyampaikan redup hatinya untuk kemudian dijadikan indah dalam kata Ia adalah luka yang penuh dengan cerita