Kabupaten Aceh Tamiang dahulu masih termasuk ke dalam wilayah Kabupaten Aceh Timur sebelum otonomi tahun 2002 dengan pusat pemerintahan di Langsa Wilayah Tamiang berbatasan langsung dengan wilayah Provinsi Sumatera Utara Pada zaman pemerintahan kolonial Hindia Belanda kekuasaannya wilayahnya meliputi 4 empat daerah dengan sistem pemerintahan yang biasa dikenal dengan nama Self Bestuurder Van kekuasaan dengan pemerintahan sendiri dan diperintahi masing masing wilayah oleh seorang Raja Dari keempat Self Bestuurder Van kekuasaan dengan pemerintahan sendiri di wilayah Tamiang ini pemerintah kolonial Hindia Belanda itu menunjuk seorang Kontilier yang biasa disebut Controleren Waardenburg yang bertugas menjalankan fungsi administratif pemerintah berkedudukan di Kuala Simpang yang pada waktu itu sebagai pusat kota daerah Status hukum daerah kerajaan yang biasa disebut dewan land berada langsung di bawah masingmasing Raja dengan sebuah Landraad hal ini berdasarkan asas hukum barat Hollandsch in direct bahwa status ruang lingkup wilayah tersebut Haminte yang berkedudukan di Kuala Simpang sebagai pusat kota pemerintahan Ketentuan kewenangan penguasaan wilayah daerah kota ini berlaku sampai pada masa pemerintahan Militer Jepang menduduki wilayah Tamiang Riwayat penulisan buku ini bermula dari beberapa naskah yang ditinggalkan oleh Ayahanda Haji Mohd Nurdin Saleh tentang kemerdekaan Republik Indonesia di wilayah Tamiang Sebagai Kepala Seksi Penerangan Barisan Pemuda Indonesia BPI wilayah Tamiang tahun 1945 dan Kepala Seksi Penerangan Pusat Republik Indonesia wilayah Tamiang tahun 1946 tentunya beliau tidak hanya ditugaskan memberikan informasi berkenaan dengan peristiwa kemerdekaan namun juga dituntut untuk mencatat kegiatan maupun peristiwa yang terjadi sesuai dengan tugas dan fungsinya Kabupaten Aceh Tamiang dahulu masih termasuk ke dalam wilayah Kabupaten Aceh Timur sebelum otonomi tahun 2002 dengan pusat pemerintahan di Langsa Wilayah Tamiang berbatasan langsung dengan wilayah Provinsi Sumatera Utara Pada zaman pemerintahan kolonial Hindia Belanda kekuasaannya wilayahnya meliputi 4 empat daerah dengan sistem pemerintahan yang biasa dikenal dengan nama Self ...Bestuurder Van kekuasaan dengan pemerintahan sendiri dan diperintahi masing masing wilayah oleh seorang Raja Dari keempat Self Bestuurder Van kekuasaan dengan pemerintahan sendiri di wilayah Tamiang ini pemerintah kolonial Hindia Belanda itu menunjuk seorang Kontilier yang biasa disebut Controleren Waardenburg yang bertugas menjalankan fungsi administratif pemerintah berkedudukan di Kuala Simpang yang pada waktu itu sebagai pusat kota daerah Status hukum daerah kerajaan yang biasa disebut dewan land berada langsung di bawah masingmasing Raja dengan sebuah Landraad hal ini berdasarkan asas hukum barat Hollandsch in direct bahwa status ruang lingkup wilayah tersebut Haminte yang berkedudukan di Kuala Simpang sebagai pusat kota pemerintahan Ketentuan kewenangan penguasaan wilayah daerah kota ini berlaku sampai pada masa pemerintahan Militer Jepang menduduki wilayah Tamiang Riwayat penulisan buku ini bermula dari beberapa naskah yang ditinggalkan oleh Ayahanda Haji Mohd Nurdin Saleh tentang kemerdekaan Republik Indonesia di wilayah Tamiang Sebagai Kepala Seksi Penerangan Barisan Pemuda Indonesia BPI wilayah Tamiang tahun 1945 dan Kepala Seksi Penerangan Pusat Republik Indonesia wilayah Tamiang tahun 1946 tentunya beliau tidak hanya ditugaskan memberikan informasi berkenaan dengan peristiwa kemerdekaan namun juga dituntut untuk mencatat kegiatan maupun peristiwa yang terjadi sesuai dengan tugas dan fungsinya