Sinopsis Buku: Buku ini menggambarkan perjalanan seorang santri yang berusaha mengembangkan kemampuan menulisnya dalam lingkungan pesantren. Dalam dunia pesantren, tradisionalnya para santri lebih dikenal dengan kegiatan mengaji, mempelajari kitab, dan menghafal. Namun, dalam buku ini, penulis menekankan pentingnya pengembangan keintelektualan dan kreativitas melalui menulis. Dengan semangat tersebut, penulis menyajikan kisah seorang santri yang berusaha meniru jejak para kiai dan ulama tempo dulu, yang juga dikenal sebagai penulis di berbagai bidang, seperti fikih, keagamaan, sosial, dan sastra. Buku ini tidak hanya menggambarkan usaha individu santri dalam menulis, tetapi juga menggambarkan upaya kolektif dalam memajukan pesantren sebagai pusat keilmuan. Dalam hal ini, pesantren tidak hanya menjadi tempat mengaji, tetapi juga menjadi tempat berkarya dan berdakwah. Penulis juga menyebutkan adanya Majalah Tebuireng dan Pustaka Tebuireng sebagai bentuk upaya penerbitan karya para santri dan alumni. Buku ini merupakan bentuk dorongan untuk menjaga kemurnian pesantren sekaligus membawa pesantren ke tengah dunia keilmuan modern. Dengan langkah ini, penulis berharap para kiai dan santri di pesantren-pesantren mampu berkarya, sehingga pesantren bisa berperan aktif dalam dunia keilmuan. Buku ini juga menjadi pengingat bahwa menulis bukanlah hal yang asing bagi pesantren, melainkan bagian dari peradaban keilmuan yang seharusnya terus berkembang.
Novel pesantren yang berkisah tentang sekelompok santri yang tergabung dalam sekelompok santri yang tergabung dalam Laskar Hizib Laskar Hizib Bukanlah Laskar Cinta Laskar Pelangi apalagi Laskar Jihad Meskipun karena cinta Gus Kapsul mati matian ingin bergabung dalam Laskar Hizib Meskipun dalam Laskar Hizib ada banyak sifat dan keinginan yang berbeda laksana pelangi Meskipun untuk mendapatkan tropi kaki api Laskar Hizib harus melakukan jihad jihad kubro mengalahkan hawa nafsu kepentingan sendiri Tetap Laskar Hizib adalah Laskar Hizib Karena ia bukan sembarang laskar Ini adalah laskar para pemain sepak bola api dari kamar Purworejo di Pesantren Syadziliyah Kediri Laskar yang berhasil membuktikan bahwa sesungguhnya bukan pemain sepak bola api jika tidak berani menendang bola yang terbuat dari api Bola panas itu Bukan hanya di lapangan Di kehidupan nyata para pemain juga harus berani menendang dan menentang bola kezaliman Melawan bola kesewenang wenangan Meski itu panas Meski itu berarti terbakar Dan Gus Kapsul berhasil membuktikan hal itu