Aku menulis air mata yang masih kaubaca Walau tak satu aksara pun mampu melunakkan rasamu Harmoni stanza yang selalu kunyanyikan Masih kaudengar dalam diam yang menyakitkan Karena aku adalah untaian yang terangkai nyata Pada kanvas yang kausadai pada dinding jingga Yang kaurobek paksa tanpa bisa kujahit kembali Air mataku adalah diksi lirih yang harus kaupahami Meski rimanya tak lagi sempurna di telingamu Eufoni luka yang sumbang mengunci persebatian jiwa kita Masai memburai bersama melodi yang kau hadirkan Aku terpaksa menikmati perihnya Aku membaca air mata di matamu ketika ombak terakhir tiba menggulung nada nada suci yang semakin sumbang Dan perahu yang kita tumpangi merapat di pelabuhan Lalu kita meninggalkannya dan berpisah di persimpangan Aku menulis air mata yang masih kaubaca Walau tak satu aksara pun mampu melunakkan rasamu Harmoni stanza yang selalu kunyanyikan Masih kaudengar dalam diam yang menyakitkan Karena aku adalah untaian yang terangkai nyata Pada kanvas yang kausadai pada dinding jingga Yang kaurobek paksa tanpa bisa kujahit kembali Air mataku adalah diksi ...lirih yang harus kaupahami Meski rimanya tak lagi sempurna di telingamu Eufoni luka yang sumbang mengunci persebatian jiwa kita Masai memburai bersama melodi yang kau hadirkan Aku terpaksa menikmati perihnya Aku membaca air mata di matamu ketika ombak terakhir tiba menggulung nada nada suci yang semakin sumbang Dan perahu yang kita tumpangi merapat di pelabuhan Lalu kita meninggalkannya dan berpisah di persimpangan