Sinopsis Buku: Buku ini menggambarkan perdebatan filsafat ketuhanan antara Syaikh Nuruddin Ar-Raniry, tokoh utama Ahlussunnah, dengan pengikut aliran Wujudiyah, yang dipimpin oleh Syaikh Hamzah Fansury dan Syaikh Syamsuddin As-Sumatrany. Perdebatan ini berlangsung secara intens dan disaksikan oleh Sultan Iskandar Thani dalam masa pemerintahan Kerajaan Aceh Darussalam. Sebagai hasil dari perdebatan tersebut, Syaikh Nuruddin, yang ditunjuk sebagai Mufti Kerajaan, memutuskan bahwa aliran Wujudiyah termasuk dalam kategori *mulhid* (menyimpang dari ajaran Islam), dan memerintahkan pengikutnya untuk bertaubat serta kitab-kitab mereka dibakar. Setelah kematian Sultan Iskandar Thani, permaisuri Sultanat Tajul Alam Safiatuddin Syah binti Sultan Iskandar Muda memerintahkan seorang ulama musafir dari Gujarat India untuk menyusun sebuah kitab yang memperjelas mana ajaran yang benar dan mana yang salah antara kedua pihak. Kitab tersebut diberi judul *"Tibyan fi Makrifa? al-Adyãn"* dan memaparkan berbagai agama dan sekte yang muncul di Jazirah Arab sebelum Islam, lalu dilanjutkan dengan pembahasan sekte-sekte dalam Islam. Dalam kitab ini, ulama tersebut tidak mengklasifikasikan sekte-sekte berdasarkan substansi permasalahan seperti yang dilakukan al-Syahrastani, melainkan hanya membuktikan golongan Tujuh Puluh Dua dalam Hadis dan mengklarifikasi ajaran Wujudiyah Hamzah Fansury berdasarkan dalil-dalil naqal dan akal. Buku ini juga mencatat perjalanan dan kontribusi para penyalin dan pengalih-aksara dalam proses penyalinan naskah ini, yang berlangsung dengan bantuan para tokoh dan masyarakat setempat. Penulis mengucapkan terima kasih kepada mereka yang mendukung proses pelestarian naskah-naskah warisan keagamaan. Buku ini juga menyoroti pentingnya pelestarian naskah-naskah sejarah dan keagamaan, terutama dalam konteks kalãm (teologi), tasawuf, dan tarikat.
Sinopsis Buku: Buku ini menggambarkan perdebatan filsafat ketuhanan antara Syaikh Nuruddin Ar-Raniry, tokoh utama Ahlussunnah, dengan pengikut aliran Wujudiyah, yang dipimpin oleh Syaikh Hamzah Fansury dan Syaikh Syamsuddin As-Sumatrany. Perdebatan ini berlangsung secara intens dan disaksikan oleh Sultan Iskandar Thani dalam masa pemerintahan Kerajaan Aceh Darussalam. Sebagai hasil dari perdebatan tersebut, Syaikh Nuruddin, yang ditunjuk sebagai Mufti Kerajaan, memutuskan bahwa aliran Wujudiyah termasuk dalam kategori *mulhid* (menyimpang dari ajaran Islam), dan memerintahkan pengikutnya untuk bertaubat serta kitab-kitab mereka dibakar. Setelah kematian Sultan Iskandar Thani, permaisuri Sultanat Tajul Alam Safiatuddin Syah binti Sultan Iskandar Muda memerintahkan seorang ulama musafir dari Gujarat India untuk menyusun sebuah kitab yang memperjelas mana ajaran yang benar dan mana yang salah antara kedua pihak. Kitab tersebut diberi judul *\"Tibyan fi Makrifa? al-Adyãn\"* dan memaparkan berbagai agama dan sekte yang muncul di Jazirah Arab sebelum Islam, lalu dilanjutkan dengan pembahasan sekte-sekte dalam Islam. Dalam kitab ini, ulama tersebut tidak mengklasifikasikan sekte-sekte berdasarkan substansi permasalahan seperti yang dilakukan al-Syahrastani, melainkan hanya membuktikan golongan Tujuh Puluh Dua dalam Hadis dan mengklarifikasi ajaran Wujudiyah Hamzah Fansury berdasarkan dalil-dalil naqal dan akal. Buku ini juga mencatat perjalanan dan kontribusi para penyalin dan pengalih-aksara dalam proses penyalinan naskah ini, yang berlangsung dengan bantuan para tokoh dan masyarakat setempat. Penulis mengucapkan terima kasih kepada mereka yang mendukung proses pelestarian naskah-naskah warisan keagamaan. Buku ini juga menyoroti pentingnya pelestarian naskah-naskah sejarah dan keagamaan, terutama dalam konteks kalãm (teologi), tasawuf, dan tarikat.