Keberadaan prostitusi atau dalam bahasa vulgarnya pelcuran telah membuat banyak orang geram namun tidak sedikit pula yang menikmati Sebagian kaum agamawan berkata Mereka orang yang lemah iman dan akidahnya Mereka penyebab banyaknya bencana alam Sementara mereka yang merasa paling bermoral segera mencari label label untuk m erendahkannya Seperti label lonte sundal perek dan sebagainya Merespon fenomena tersebut tidak sedikit kemudian pemerintah di banyak daerah di Indonesia membuat aneka regulasi plus menyediakan Polisi polisi moralnya Sejak 2001 misalnya menurut Komnas Perempuan tidak kurang 400 perda bernuansa agama sejak kewajiban berbusana yang identik dengan keyakinan agama tertentu hingga perda penanggulangan penyakit masyarakat Namun ternyata dunia prostitusi yang diasumsikan sebagai penyedia kenikmatan birahi yang dikutuk sebagai maksia justru ikut menggelinjang mengikuti ritme regulasi yang dibuat pemerintah daerah itu sendiri Pengalaman menjadi santri kelamin kelas teri dibanyak tempat membuktikan bahwa semakin rapi cara pramu nikmat membungkus dirinya dengan simbol keagamaan tertentu akan semakin tinggi pula tarif bayarannya Sama halnya ketika sesama pekerja seks namun menyandang status mahasiswa i tentu tarifnya lebih mahal dan membuat orang bertanya tanya Prostitusi hadir mengikuti perkembangan zaman serta kecenderungan daerah yang terus mempercantik dirinya Semakin meriah ruang ruang glamor memoles penampilannya semakin bergairah pula penyedia jasa pramu nikmat berkarya Tidak berlebihan jika kemudian dikatakan dunia prostitusi mengikuti logika pasar supplay and deman Dimana ada permintaan di sana ada penawaran Mustahil mereka bertahan apabila tidak ada pelanggannya Dan mari berjujur jujur jangan jangan wajah prostitusi adalah wajah kita dari berbagai sudutnya
Jumlah Halaman | 346 |
---|---|
Kategori | Agama |
Penerbit | Penerbit Adab |
Tahun Terbit | 2024 |
ISBN | 978-623-8718-44-3 |
eISBN | 978-623-8718-45-0 |